Lahir di Okayama, Jepang pada tahun 1960. Nama aslinya Nakata Ko. Setelah masuk Islam di Masjid Kobe pada tahun 1983, ia menambahkan namanya menjadi Hassan Ko Nakata. Ia meraih gelar MA di bidang Islamic Studies di University of Tokyo (1986), sementara gelar Ph.D-nya didapat di Cairo University di bidang pemikiran Politik Islam (1992). Disertasinya berjudul “Fikrah Siyasah ‘Inda Ibni Taymiyyah”.
Selain itu, ia juga memiliki ijazah Fiqh Hanafi Kitab al-Ikhtiyar (1997) dan Tafsir Jalalain (1998) saat menempuh studinya di Kairo, Mesir. Sekarang ia adalah Professor di bidang pemikiran politik Islam di Fakultas Theologi, Doshisha University, Kyoto, Jepang dan anggota Dewan Direktur Asosiasi Muslim Jepang.
Untuk Jepang, di tengah minimnya jumlah
penduduk yang beragama Islam, Hassan adalah manusia langka. Ia seorang
intelektual yang telah menempuh jejang pendidikan tertinggi hingga
mencapai derajat Professor, ahli Islam, fasih berbahasa Arab dan
produktif menulis. Tapi Hassan Ko Nakata bukan hanya seorang
intelektual, ia juga adalah seorang pejuang. Di tengah kesibukannya
sebagai dosen di Doshisha University, ia juga aktif berdakwah. Ia sangat
percaya akan masa depan peradaban Islam di tangan Khilafah.
Karena itu, di mana pun ia berdakwah, di dalam maupun di luar Jepang, ia
hampir selalu mengangkat topik seputar Khilafah dan sistem politik
Islam.
Dan semangat dakwahnya itu tidak sedikitpun mengendur meski pada
tahun 2008 lalu ditinggal istri tercintanya Habibah yang meninggal dunia
karena sakit. Ia justru makin bertambah semangat dan bertekad untuk
terus berjuang. Tekadnya itu ia ungkapkan melalui email kepada seorang
sahabat dekatnya di Indonesia yang menawarinya untuk menikah lagi, tapi
ia menolak, karena “I will sacrifice the rest of my life to reestablish Khilafah”
Namanya mencuat di Indonesia ketika ada Konferensi Khilafah Internasional (KKI) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Agustus 2007. Ia adalah salah satu pembicara kegiatan akbar yang menghentak dunia pada saat itu. Sebelumnya kaum Muslim di Indonesia tak banyak tahu ada seorang cendekiawan Jepang yang begitu besar perhatiannya terhadap dakwah Islam.Prof. Hassan Ko Nakata (49) adalah satu dari sedikit kaum intelektual di negeri matahari terbit yang tertarik pada Islam. Ia mengaku masuk Islam pada tahun 1983. Itu pun dilakukannya setelah 15 tahun mempelajari Islam. Cukup lama untuk sebuah keputusan yang buat kebanyakan orang di Indonesia adalah hal biasa, tapi tidak untuk orang Jepang karena agama bagi orang Jepang sudah out of mind (berada di luar semesta pemikiran). Kebanyakan orang Jepang tak lagi memerhatikan agama.
Namanya mencuat di Indonesia ketika ada Konferensi Khilafah Internasional (KKI) di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Agustus 2007. Ia adalah salah satu pembicara kegiatan akbar yang menghentak dunia pada saat itu. Sebelumnya kaum Muslim di Indonesia tak banyak tahu ada seorang cendekiawan Jepang yang begitu besar perhatiannya terhadap dakwah Islam.Prof. Hassan Ko Nakata (49) adalah satu dari sedikit kaum intelektual di negeri matahari terbit yang tertarik pada Islam. Ia mengaku masuk Islam pada tahun 1983. Itu pun dilakukannya setelah 15 tahun mempelajari Islam. Cukup lama untuk sebuah keputusan yang buat kebanyakan orang di Indonesia adalah hal biasa, tapi tidak untuk orang Jepang karena agama bagi orang Jepang sudah out of mind (berada di luar semesta pemikiran). Kebanyakan orang Jepang tak lagi memerhatikan agama.
Presiden Asosiasi Muslim Jepang ini masuk Islam ketika menjadi mahasiswa di tahun ketiga di Fakultas Studi Islam di Tokyo University. Sebelumnya ia sangat familiar dengan agama Kristen. Tak heran ketika awal kuliah di Tokyo University, ia mengikuti kelompok kajian Bibel. Di situlah ada kajian tentang perbandingan agama. Di sana ada perbandingan agama Kristen, Yahudi, Shinto, Budha, dan Islam. Ketika menimbang dan membanding selama sekitar setahun ia merasa ajaran Islamlah yang paling menyeluruh.
“Saya menemukan bahwa Islamlah sistem hidup yang paling
komprehensif, paling rasional dan konsisten, dan akhirnya atas rahmat
Allah SWT saya memutuskan untuk masuk Islam,” tuturnya. Ia pun
menambahkan Hassan di depan nama aslinya. Ia pernah mendalami tarekat
Naqshabandiyah dan Syaziliah. “Namun saya bukan murid yang baik,”
ujarnya.
Usai bergelar sarjana, Hassan ingin lebih memperdalam Islam.
Namun belum ada program master Kajian Islam di universitas Jepang.
Buku-buku Islam berhuruf kanji pun masih sulit didapat. Untunglah tak
lama kemudian Universitas Tokyo membuka program master Kajian Islam.
''Saya menjadi mahasiswa Muslim pertama dan terakhir di jurusan Islamic
Studies Universitas Tokyo selama 25 tahun ini,'' ujar Profesor ini.
Setelah menyelesaikan masternya di Tokyo University, ia melanjutkan
studi doktornya di Universitas Kairo. Disertasianya tentang Pemikiran
Politik Ibn Taymiyah (al-Fikratu al-Siyasatu 'inda Ibni Taymiya). Dalam
disertasi itu ia menjelaskan keunikan pemikiran politik Ibnu Taymiyah
dalam sejarah pemikiran politik dan pengaruhnya terhadap gerakan politik
kontemporer, termasuk terhadap Hizbut Tahrir.
Setelah lulus doktor,
Hassan sempat menjadi peneliti Kedutaan Jepang di Saudi Arabia
(1992-1995). Tak heran ia sangat fasih berbahasa Arab. Kiprahnya dalam
dakwah di Negeri Sakura ini tergolong menonjol. Karakteristik orang
Jepang sekarang cuek terhadap agama memacunya mencari jalan untuk bisa
mendakwahkan Islam. Terlebih lagi sangat sedikit dai yang berkualitas.
Satu-satunya jalan terbaik untuk menyebarkan Islam di Jepang,
menurutnya, adalah melalui pengaruh personal dari pelaku dakwah yang
memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam tentang Islam dengan
kepribadian yang baik serta memahami budaya Jepang. Ia bersama minoritas
Muslim Jepang melakukan berbagai upaya, di antaranya menerjemahkan
sejumlah kitab klasik seperti Tafsir al-Jalalain, al-Siyasah
al-Syar'iyyah of Ibn Taimiyyah, dan Zad al-Mustaqni' al-Hujawi
al-Hanbali, juga menerbitkan majalah bulanan yang disebarkan secara
cuma-cuma kepada seluruh Muslim Jepang di seluruh dunia sebagai media
informasi dan komunikasi.
Hassan Ko Nakata kini menjadi Presiden
Asosiasi Muslim Jepang sembari mengajar Kajian Islam di Universitas
Doshisha, Kyoto. Mayoritas mahasiswanya justru beragama Kristen. Selama
empat tahun menjadi Guru Besar di Doshisha, Hassan berhasil memikat
empat mahasiswanya yang semula atheis untuk masuk Islam.