Selasa, hari kedua Lebaran Aidil Fitri, 1435 H.
1. Hangatnya mentari kota Jogja mengiringi laju sepeda motor yang kami tumpangi
menuju sebuah rumah yang asri di kawasan Jalan Parangtritis, Yogyakarta.
Sudah ada beberapa tamu yang hadir di sana rupanya. Bapak Angkasa dan
Ibu Isnaini (Ketua JAWARA Yogyakarta) beserta putra-putrinya sebagai
shohibbul bayt menyambut kedatangan kami dengan sangat ramah.
2. Siang ini memang cukup istimewa, karena sebagian anggota JAWARA
(Jaringan Wirausahawan dan Pengguna Dinar Dirham Nusantara) yang sedang
menikmati libur Lebaran di Kota Selaksa Makna ini akan bersilaturahim
dan saling berbagi cerita.
3. Selain anggota JAWARA Yogyakarta, tampak hadir pula ketua JAWARA Bintan dan Bekasi beserta keluarga. Perbincangan mengalir dengan sangat akrab, dimulai dari pembahasan
mengenai koin-koin Dirham Bintan yang telah dicetak dan akan segera
diedarkan, serah terima koin Dirham British titipan beberapa anggota
JAWARA Jabodetabek, pembahasan tentang koleksi buku-buku milik tuan
rumah yang sangat ‘menggiurkan’ untuk ‘dilahap’ (termasuk buku-buku
muamalah yang cukup lengkap), serta tentu saja yang selalu menarik dan
tak ada habisnya dibahas adalah mengenai pertanian dan perkebunan yang
merupakan spesialisasi dari Pak Angkasa.
4. Saat makan siang pun obrolan masih
berlanjut, bahkan semakin seru ditemani hidangan yang sangat menggugah
selera serta buah-buahan yang dipetik dari kebun sendiri. Putra-putri
Pak Angkasa dan Ibu Isnaini juga terlihat asyik berbagi cerita dengan
para tetamu dan tak terlihat canggung meski baru pertama kali bertemu.
Sungguh, keluarga yang sangat menyenangkan dan pandai memuliakan tamu.
5. Kurang
afdhol rasanya bila berkunjung ke rumah keluarga Pak
Angkasa tanpa dilanjutkan kunjungan ke kebun beliau. Dan inilah agenda
kami berikutnya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, kami sampai ke kebun
yang luasnya hampir satu hektar di daerah Pajangan, Bantul. Pemandangan
pertama yang tampak adalah sebuah rumah mungil bergaya villa yang
kelihatan sangat
homy dan terasa menyatu dengan lingkungan,
selain karena bentuknya yang natural juga karena materialnya banyak
diambil dari lokasi setempat. Seekor kucing jantan yang manja menjadi
‘penerima tamu’ siang itu.
6. Kurang
afdhol rasanya bila berkunjung ke rumah keluarga Pak
Angkasa tanpa dilanjutkan kunjungan ke kebun beliau. Dan inilah agenda
kami berikutnya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit, kami sampai ke kebun
yang luasnya hampir satu hektar di daerah Pajangan, Bantul. Pemandangan
pertama yang tampak adalah sebuah rumah mungil bergaya villa yang
kelihatan sangat
homy dan terasa menyatu dengan lingkungan,
selain karena bentuknya yang natural juga karena materialnya banyak
diambil dari lokasi setempat. Seekor kucing jantan yang manja menjadi
‘penerima tamu’ siang itu.
7. Kami diajak oleh Mas Fikri, putra pertama Pak Angkasa untuk
melihat-lihat kebun yang masih bernuansa hutan, dengan kontur tanah yang
naik turun, tumbuhan semak di beberapa lokasi, juga daun-daun jati
kering yang bertebaran di tanah dan memperdengarkan bunyi yang khas
ketika terinjak (atau sengaja diinjak) oleh orang yang melewatinya. Pohon-pohon pepaya yang buahnya sangat ranum (sebagian sudah
terhidang di meja makan tadi siang) cukup mendominasi pandangan mata.
Juga tampak beberapa tanaman bunga yang ikut mencerahkan suasana dengan
warna-warni indahnya.
8. Banyak terlihat galon bekas wadah air mineral berisi air ditempatkan
di beberapa lokasi, yang ternyata berfungsi untuk menjaga kelembaban di
area sekitarnya. Juga nampak pipa-pipa saluran air yang saling
bersambungan. Di bawah naungan pepohonan tampak seekor kucing betina
peliharaan keluarga sedang menikmati teduhnya suasana. Setelah menerobos ‘hutan’ mini tersebut, kami sampai di bagian atas
kebun (yang cukup tinggi). Terlihat pemandangan perbukitan di Wilayah
Bantul di kejauhan sana. Cantik.
9. Cerita masih berlanjut seputar penggarapan
kebun dan berbagai hal menarik lainnya termasuk berbagi pengalaman
mengenai ‘hunting’ lokasi pertanahan di Yogyakarta dan sekitarnya.
Tak terasa mentari semakin tinggi, kami kembali menelusuri ‘hutan’
kebun menuju ke rumah villa dan melaksanakan Sholat Dhuhur. Meski masih
ingin berbincang, namun tugas silaturahim selanjutnya telah menanti dan
kami harus berpamitan. Beberapa buah pepaya berukuran jumbo yang dipetik
sendiri oleh yang empunya menjadi buah tangan untuk kami bawa pulang.
10. Alhamdulillah, pertemuan yang singkat namun hangat dan penuh selaksa
makna. Memang, sejatinya manusia akan kembali ke fitrahnya. Seperti
dikutip dari kata-kata Pak Angkasa, bahwa “Tanah adalah sumber
penghidupan kita. Disini kita menanam, memelihara, dan menikmati
hasilnya. Jadi sudah selayaknya kita mengembalikan apa yang telah kita
ambil, bertani dengan cara yang baik (sebisa mungkin gunakan bahan-bahan
alami, bukan bahan kimia sintetis)”. Itulah yang terbaik bagi manusia,
kembali kepada apa yang telah diberikan dan ditentukan oleh Rabb-nya,
dan kembali bersahabat dengan alam serta segala sesuatu yang alami,
bukan yang palsu/buatan.
Semoga kita semua dapat meneladaninya.
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1435 H.
Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kullu ‘aamin wa antum bikhair.
Semoga Allah menerima amalan dari kami dan amalan kalian, puasa kami dan
puasa kalian, semoga kebaikan menyertai kalian sepanjang tahun.6. Kami diajak oleh Mas Fikri, putra pertama Pak Angkasa untuk
melihat-lihat kebun yang masih bernuansa hutan, dengan kontur tanah yang
naik turun, tumbuhan semak di beberapa lokasi, juga daun-daun jati
kering yang bertebaran di tanah dan memperdengarkan bunyi yang khas
ketika terinjak (atau sengaja diinjak) oleh orang yang melewatinya.
Pohon-pohon pepaya yang buahnya sangat ranum (sebagian sudah
terhidang di meja makan tadi siang) cukup mendominasi pandangan mata.
Juga tampak beberapa tanaman bunga yang ikut mencerahkan suasana dengan
warna-warni indahnya.
6. Banyak terlihat galon bekas wadah air mineral berisi air ditempatkan
di beberapa lokasi, yang ternyata berfungsi untuk menjaga kelembaban di
area sekitarnya. Juga nampak pipa-pipa saluran air yang saling
bersambungan. Di bawah naungan pepohonan tampak seekor kucing betina
peliharaan keluarga sedang menikmati teduhnya suasana.
7. Setelah menerobos ‘hutan’ mini tersebut, kami sampai di bagian atas
kebun (yang cukup tinggi). Terlihat pemandangan perbukitan di Wilayah
Bantul di kejauhan sana. Cantik. Cerita masih berlanjut seputar penggarapan
kebun dan berbagai hal menarik lainnya termasuk berbagi pengalaman
mengenai ‘hunting’ lokasi pertanahan di Yogyakarta dan sekitarnya.
8. Tak terasa mentari semakin tinggi, kami kembali menelusuri ‘hutan’
kebun menuju ke rumah villa dan melaksanakan Sholat Dhuhur. Meski masih
ingin berbincang, namun tugas silaturahim selanjutnya telah menanti dan
kami harus berpamitan. Beberapa buah pepaya berukuran jumbo yang dipetik
sendiri oleh yang empunya menjadi buah tangan untuk kami bawa pulang.
9. Alhamdulillah, pertemuan yang singkat namun hangat dan penuh selaksa
makna. Memang, sejatinya manusia akan kembali ke fitrahnya. Seperti
dikutip dari kata-kata Pak Angkasa, bahwa “Tanah adalah sumber
penghidupan kita. Disini kita menanam, memelihara, dan menikmati
hasilnya. Jadi sudah selayaknya kita mengembalikan apa yang telah kita
ambil, bertani dengan cara yang baik (sebisa mungkin gunakan bahan-bahan
alami, bukan bahan kimia sintetis)”. Itulah yang terbaik bagi manusia,
kembali kepada apa yang telah diberikan dan ditentukan oleh Rabb-nya,
dan kembali bersahabat dengan alam serta segala sesuatu yang alami,
bukan yang palsu/buatan.
Semoga kita semua dapat meneladaninya.
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1435 H.
Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kullu ‘aamin wa antum bikhair.
Semoga Allah menerima amalan dari kami dan amalan kalian, puasa kami dan
puasa kalian, semoga kebaikan menyertai kalian sepanjang tahun.